Wednesday, April 04, 2012

Ujian Kejujuran : Berkawanlah dengan Nurani

Mahar dan Khalid sedang berjalan menuju gerbang sekolah ketika tiba-tiba Sule menepuk pundak mereka berdua. “Hey brader! Mau kemane nih?”, sapa Sule dengan cerah ceria.
“Mau balik Le.. mau nyicil belajar nih buat UAS minggu depan”, jawab Khalid.
Sule cengengesan, “Duh rajinnya. Gue juga bakal belajar sih, ngulang-ngulang pelajaran gitu. Tapi Har, ntar kalo pas ujian gue ada yang gak bisa, gue nanya lo ya”, masih cengengesan, Sule mengedip-ngedipkan matanya ke arah Mahar. Sule memang sekelas dengan Mahar.
Mahar buang muka, gak enak hati. Baruuu aja A’ Jefri a.k.a Aje, mentornya, menasehati tentang pentingnya jujur saat ujian. Aje juga membacakan sebuah hadits yang bunyinya begini nih:

Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586

Khalid yang juga baru mendapat materi yang sama juga ngerasa gak enak hati. Apalagi dirinya udah bertekad gak akan nyontek atau ngasih contekan pas ujian. Hal itu udah menjadi tekadnya sejak awal kelas XI di Smansa. Dulu pas SMP dan juga pas kelas X  memang Khalid terbawa kebiasaan buruk pelajar-pelajar saat ujian, yaitu nyontek atau kerjasama. Tapi setelah ikutan mentoring sama Aje, Khalid sedikit-sedikit berubah. Dia mulai mendapatkan pencerahan tentang hidup dan dirinya, tentang Allah, tentang Islam, tentang untuk apa hidup itu sebenarnya. Sekarang dia tau bahwa hidup itu untuk ibadah, untuk mencari ridha Allah. Caranya, dengan melakukan hal-hal yang Allah suka dan menjauhi yang tidak disukaiNya. Salah satu yang tidak disukaiNya adalah ketidakjujuran, ya nyontek pas ujian itu salah satu bentuknya. Nah sekarang Sule terang-terangan ngajak Mahar kerjasama pas ujian. Mungkin Sule belum paham, karena itu dia harus menjelaskannya.
“Hehe.. Sule yang pintar baik hati rajin menabung dan selalu membuang sampah pada tempatnya, ngapain nanya ke Mahar? Ngapain percaya ama dia, orang belum tentu dia lebih bener ngerjainnya daripada elo kan?”, ujar Khalid sambil merangkul Sule dan mengajaknya berjalan ke tempat duduk dekat mading. Mahar mengikuti. “Lagian Le, elo tuh pinter! Ngapain sih percaya sama Mahar atau temen-temen yang lain.”
“Aduh, makasih pisan euy gue dibilang pinter! Hehe…” Sule pura-pura malu sambil cengar-cengir.
Khalid kemudian menunjukkan mading yang berisi berita-berita terbaru di Indonesia.
“Har, Le, coba baca deh..” 

Setoran Duit ke Gayus untuk Pengadilan Pajak
TEMPO Interaktif, Jakarta – Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, mengakui bahwa dana yang diterima Gayus H.Tambunan, tersangka korupsi dan pencucian uang, antara lain mengalir ke pengadilan pajak.

“Tujuannya bisa macam-macam, seperti memperkecil nominal pajak,” kata Edward di Mabes Polri kemarin. “Tergantung kasusnya.”
Gayus sebelum diciduk aparat kepolisian adalah pegawai penelaah keberatan di Direktorat Jenderal Pajak. Dari hasil pemeriksaan polisi, ada 149 perusahaan yang diduga telah menyetor uang ke Gayus. Dari dua rekeningnya di Bank Central Asia dan Panin, ditemukan pula dana simpanan senilai Rp 28 miliar. Padahal gajinya hanya Rp 8 juta per bulan. (sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2010/06/05/fks,20100605-1321,id.html)
Korupsi kecil berdampak destruktif besar
Suka atau tidak suka virus korupsi sudah mewabah hingga ke desa-desa di nusantara. Di suatu desa di Flores Timur, NTT, misalnya, virus korupsi berkembang biak dalam diri seorang kepala desa dan kroni-kroninya. Maka tak mengherankan bila di situ pun terjadi praktek-praktek korupsi berjamaah. Korupsi berjamaah itu terbongkar pada tahun 2007. Tetapi upaya masyarakat antikorupsi di desa itu belum juga mendapat dukungan baik oleh pemerintah daerah maupun oleh para aparatur penegak hukum setempat. Bahkan perlawanan dari para pelakunya menimbulkan korban nyawa di pihak masyarakat antikorupsi. (sumber: http://rafaelmaran.blogdetik.com/2010/05/17/korupsi-kecil-berdampak-destruktif-besar/).
“Astaghfirullah. Kesel banget deh gue sama korupsi-korupsian. Gak abis-abis kayaknya berita korupsi”, ujar Mahar geram. “Bahkan, menurut PERC (Political & Economic Risk Consultancy), Indonesia disebut sebagai negara terkorup dari 16 negara tujuan investasi di Asia Pasifik! “
Sule menolehkan kepalanya dari arah Mahar ke arah Khalid. “Iya sih gue juga sebel. Tapi gue kan gak korupsi Lid”, Sule garuk-garuk kepala.
“Iya Le, alhamdulillah elo gak korupsi. Cuma ya Le, korupsi itu intinya apa sih? Gak jujur kan? Koruptor itu seenaknya aja nilep uang yang bukan miliknya. Gak takut dosa dia. Gak mikirin rakyat miskin yang kelaperan. Nah, sebelum dia berani nilep uang 3 milyar misalnya, dulunya barangkali dia nilep uang 3 juta dulu. Sebelum nilep 3 juta punya rakyat, barangkali dia nilep uang bayaran sekolahnya..he.. Intinya maksud gw Le, Har, sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit”.
“Toeng..toeng.. kagak nyambung luh”, Sule garuk-garuk kepala lagi.
“Hehe.. begini Le.. Kayak dosa kecil yang lama-lama bisa jadi dosa besar, keberanian dalam ketidakjujuran juga gitu”, ujar Khalid.
“Keberanian yang salah ya bro!”, samber Mahar.
“Yo’i Har. Jadi gitu Le. Gue sih khawatirnya, sekarang kita berani untuk nyontek atau kerjasama pas ujian. Lama-lama kita terbiasa sama hal itu. Kita menganggapnya hal biasa, padahal itu gak jujur. Lama-lama hati kita gak peka, sampai nanti setelah kita lulus, kerja, jadi pejabat, kita bisa aja berani korupsi.”
“Keberanian yang salah ya bro!”, samber Mahar lagi.
“Yee.. sakaliii! Haha..”, kata Sule.
“Haha.. Lagian buat apa juga Le, kita dapet nilai bagus tapi bukan hasil sendiri”, sambung Khalid.
Sule manggut-manggut. Pas banget ada seorang ikhwan menghampiri mereka. Sebut saja namanya Agus (bukan nama samaran).
“Assalamu’alaikum”, sapa Agus. ~Agus ni ketua Forkom loh! *terus kenapa?? :D *
“Wa’alaikumsalam a’..” jawab Mahar, Khalid, dan Sule serempak.
“Lagi pada ngapain nih?”, tanya Agus.
“Kita lagi ngobrol-ngobrol aja a’. Sharing persiapan ujian, sama cerita-cerita tentang ujian dalam ujian. Itu loh a’, godaan untuk nyontek atau kerjasama pas ujian”, jawab Khalid.
“A’ Agus punya pengalaman gak tentang contek mencontek?”, tanya Mahar.
Agus merenung sejenak, kemudian menghela napas dan berkata, “Ada kok. Dulu juga saya sering nyontek, SD, SMP, sampe awal-awal SMA. Cuma setelah ikutan mentoring, saya jadi sadar..hehe. Emang saya hidup untuk apa sih? Emangnya kalo nyontek saya mau jadi apa?  Udah gitu banyak juga temen-temen yang ngedukung untuk percaya diri dan usaha sendiri saat ujian. Meskipun sering down karena nilai-nilai jeblok, tapi alhamdulillah akhirnya saya bisa diterima di universitas impian saya dengan tanpa nyontek! Puas banget rasanya.”
“Tapi a’.. ”, Sule angkat bicara. “Kok bisa sih berubah gitu a’? Kalo saya misalnya tiba-tiba mo kerja sendiri aja nih ya pas ujian, ga mau kerjasama, eh ntar temen-temen bilangnya saya sombong, pelit, dsb”
“Sabar aja kalo dikatain gitu bro. Yang penting kita yakin dan megang prinsip kita. Kita niatin untuk nyari ridha Allah”, Mahar yang nyamber.
“Iya. Pernah denger gak kisah Ka’ab bin Malik? Dulu, pas Rasulullah dan para sahabat pada berangkat ke Perang Tabuk, Ka’ab masih santai-santai. Sampai akhirnya dia bener-bener ketinggalan gak ikut perang. Pas ditanya Rasulullah apa alasannya, Ka’ab bisa aja ngasih alesan sakit kek, apa kek. Tapi Ka’ab mendengarkan nuraninya dan jujur bilang dia gak punya alesan apa-apa”, Agus bercerita.
“Padahal ya, konsekuensinya tuh dia dikucilkan sama semua orang selama 50 hari. Bayangin, dikucilkan, dijauhi, salam gak dijawab, nyapa orang pada buang muka, ngomong gak ada yang nanggepin. Bener-bener sempit rasanya dunia buat Ka’ab saat itu. Tapi Ka’ab memilih jujur. Dia sadar bahwa dusta hanya akan membuat masalah menjadi bagian dari masa depan. Sedang kejujuran akan membuat masalah menjadi bagian dari masa lalu*”, sambung Agus.
“Wah, subhanallah. Padahal kalo dia ngarang alasan, urusan di dunia beres ya a’? Aman, gak dapet hukuman. Tapi dia milih jujur, meskipun konsekuensinya berat di dunia, tapi insya Allah di akhirat ntar aman”, kata Khalid.
Agus mengangguk. “Iya bener. Nah sekarang nih, godaan di depan kita hanyalah rasa gak percaya diri karena belum belajar maksimal buat ujian tapi pengen dapet nilai bagus, plus godaan kerjasama dari temen-temen. Nanti kalo kita udah kerja, godaannya bisa uang bermilyar-milyar yang bisa kita tilep tanpa ketauan orang. Kalo kita gak biasa jujur dari hal yang kecil, bisa-bisa kita terbiasa dan nanti korupsi pun jadi hal biasa”
“He.. sakali nih a’. Tadi udah dibahas tuh soal kejujuran yang nyambung ke korupsi-korupsian”, kata Sule. “Hmm… saya jadi mikir juga nih.. Kayaknya enak juga ya ngikutin jejak a’ Agus, berhenti nyontek or kerjasama gitu. Dapet sesuatu dari usaha sendiri kayaknya lebih puas ya”. Sule terlihat merenung serius gitu.
“Betul. Insya Allah bisa Le! Asal ada tekad yang kuat.. hehe..”, kata Khalid sambil menepuk pundak Sule.
“Iya beneeer!”, kata Mahar dan Agus serempak sambil tersenyum menguatkan Sule. Berempat mereka berjalan keluar gerbang Smansa. Dalam hati Sule merenung. Bisa gak ya gue menjalani UAS nanti tanpa nyontek n kerjasama?
Jalan cinta para pejuang adalah jalan apabila kita mendengar kata sang nurani, bersikap tepat pada suatu saat, sepenuh jiwa dan raga.
Ketahuilah, kepekaan untuk mendapatkan kebenaran itu tidak dapat kita peroleh dengan serta merta. Tapi dari perjuangan menjaga kesucian hati. Dari perlawanan yang sengit antara nafsu dan kesesatan.
Di jalan cinta para pejuang, selalulah sucikan hati, lalu bertanyalah padanya
Di jalan cinta para pejuang, berkawanlah dengan nurani, meski kau tersunyi, meski kau sendiri*

*diambil dari buku “Jalan Cinta Para Pejuang”, Salim A. Fillah
Sabtu, 5 Juni 2010
Redaksi Mentoring Online for You – MK Forkom Alims

0 komentar:

Post a Comment