Tuesday, February 12, 2013

Bilakah Harus Jatuh Cinta...


         Ketika merindukan seseorang, siapapun seolah menjadi sosoknya, suara apapun seolah suaranya, bayangan apapun seperti bayangannya. Terkadang orang jatuh cinta menjadi terbodoh dari yang paling bodoh dan menjadi terpintar di antara yang paling pintar.
“Kadangkala, bertemu dengan seseorang yang kita kagumi menarik kita ke dunianya yang tak pernah kita sentuh sebelumnya. Kadang, kita menjadi sepertinya dan menjadi apa yang ia ingin, agar membuat ia merasa senang. Padahal ‘mungkin’ jauh dalam jiwanya ia ingin sesuatu yang berbeda dari dirinya untuk memperkaya batin hidupnya dan rasa jiwanya”
“Keterpesonaanku yang menggebu tak serta merta membuat mata batinku menjadi buta. Karena pikiran jiwa bisa menjadi logis pada waktunya, akibat tempaan cobaan dan sandungan problema, ia bisa menjadi dewasa. Meski mata fisik menjadi buta pun, ku yakin mata batin dapat melihat kebenaran meski diselimuti awan kebingungan sekalipun”
“Sekian lama aku mengeja rasa ini. Saat itu aku tak bisa membacanya. Hingga sampai hari ini bukan aku lagi yang mengejanya, tapi ia yang membacakannya untukku. Ternyata ini adalah rasa akan harapan kosong yang telah nyata di hadapanku. Kini, aku mengerti bahwa tidak perlu mengeja rasa, jika akhirnya tersakiti. Harusnya kusimpan saja rasa ini rapat-rapat tanpa seorang pun tau, kecuali DIA”
Saya terkejut, tenggorokan terasa tercekat. Sesaat tubuh gemetar, tanpa sebab. Tulisan ini milik siapa? Tertuju untuk siapa? Siapa yang sedang dan dalam perasaan seperti terlukiskan dalam catatan itu?
Saya berusaha mengumpul kata sebaik-baiknya, agar ia tak merasa diinterogasi. Mencoba meredam emosi sesaat untuk tidak menanyakan langsung padanya. Sebuah kepayahan saat diri yang mengaku sebagai Da’i berkomat-kamit meluruskan hal seperti ini mengenai rasa, cinta, daaannnn……! Tapi orang terdekat pun tak mampu terjaga dari “mengeja rasa”.
Ada perubahan yang tidak Saya tahu pada dirimu, ukhti. Sungguh! Kau adalah bagian dari cerita yang terlukis indah dalam perjalanan persaudaraan ini. Kehadiranmu menjadi pelengkap potongan puzzle saat Saya baru mengenal Indahnya Islam. Tapi kini…….? Entahlah! Semoga Allah tetap menjagamu.
Cinta? Sungguh bahasan yang tiada pernah akan habis topiknya. Apapun, bagaimanapun, dalam keadaan apapun. Orang yang Allah tumbuhi rasa cinta seperti rasa yang dipenuhi dengan bunga.
Ada masa di mana seseorang membutuhkan orang lain saat melangkah, memerlukan kawan meniti jalan keridhaan Illahi. Saya paham, saya sadari itu. Sebuah penantian panjang, untukmu, untuk Saya juga saudara-saudari yang belum menggenapkan Dien. Benarkah harus cinta seperti ini yang kita rasa?
Detik panjang merupakan saat melelahkan sekaligus menegangkan, untukmu, untuk Saya juga saudara-saudari yang belum menggenapkan Dien.
Riak-Riak rasa yang “membelenggu hatimu” pun akan mekar menjadi bunga. Bunga rindu yang berpadu dengan cinta, kian hari-kian menggebu. Begitulah kau mengungkapkannya.
Saya merasa sangat malu. Malu kepada Allah, karena tanpa sadar tanpa izin telah membaca “ungkapan hati” yang kau torehkan untuknya. Saya malu. Malu sekali. Malu kepada Allah dan Rasul-Nya. Malu atas segala kelonggaran menjaga kesucian diri dan agama.
“Bunga terpelihara harusnya terjaga di tempat yang terpelihara, untuk yang terpelihara. Bilakah harus bermekaran bunga itu cukuplah Allah yang menjaganya, rahasia rasa yang selalu dan akan selalu tersembunyi dalam diri tanpa perlu kau mengungkapkannya.”
Cinta adalah kekuatan ruhiyah yang terbangun, tercipta dengan kokoh, tumbuh untuk terus membangkitkan semangat yang menggelorakan jihad. Cinta adalah menumbuhkan jiwa-jiwa pemberani, mencairkan hati-hati yang beku dan mengungkapkan rasa malas. Diri ini tergantung ke mana cinta itu disandarkan. Apakah pada nafsu? Ataukah pada Yang Memiliki Cinta, Allah SWT.
Bilakah harus jatuh cinta, semoga cinta tak akan jadi bencana. Wallahu a’lam Bish Shawab.
La Illaha illa Anta, subhanakan inni kuntu minazh-zhalimin. Rabbana zhalamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/01/26992/bilakah-harus-jatuh-cinta-2/#ixzz2KhEcafZd

2 komentar:

Anonymous said...

min... salah banget ya kalau perasaan suka kita itu diiringi perasaan ingin memiliki. tapi bukan memiliki dalam arti negatif :( kenapa punya perasaan itu serba salah banget antaraa dosa ga dosanya sih :(

Keputrian SMANITRA said...

Waaah, ukhti... perasaan itu tidak pernah salah kok. Itu manusiawi, tiap orang pastilah merasakannya. Yang membedakan adalah bagaimana cara baginya untuk menyalurkan rasa itu. Apakah diri kita akan membiarkan Syaitan menguasai hati dan menjadikan rasa itu sebagai alat untuk berbuat maksiat?
Semuanya kembali lagi kepada diri kita, sejauh mana kita menempatkan agama islam yang telah mengatur soal RASA, perasaan di hati. Sejauh mana kita menjadikan rasa itu perasaan suci dimana hanya Allah yang mengetahuinya... Tetaplah menjaga hati, karena suatu saat kelak rasa memiliki itu akan jadi ibadah. :)

Post a Comment